Monday 29 October 2012

BENCI JADI CINTA


Tiga tahun lalu, saya dan seorang sahabat baik sama-sama memutuskan untuk mengundurkan diri dari sebuah perusahaan Desain Interior di Bandung. Alasannya, sudah jenuh saja dengan semua rutinitas yang seolah tak pernah mengenal waktu.

Setiap hari berada dikantor/pabrik lebih dari 12 jam. Enam hari dalam sepekan. Bahkan seringkali menginap di kantor kalau pekerjaan menumpuk. Pulang pagi sudah tak aneh. Hari Minggu masih dibajak pula oleh bos untuk mengerjakan ini-itu.
Hasilnya ? hanya lebih sedikit dari upah UMR. Belum lagi falsapah keliru dari bos kita yang menyelewengkan moto “The Bos Is Always Right”. Habislah sudah kesabaran kita. Ternyata jejak kami diikuti teman-teman lain. Mereka seperti Bedol Desa mengundurkan diri.

Bagi saya tak masalah, kembali ke desa. Menjadi desainer freelance, menulis dan membuka usaha konvensional kecil-kecilan. Semua beres. Yang penting hidup tenang.

Berbeda dengan sahabat saya, YP. Dia punya segudang mimpi untuk mengembangkan usaha Rias Pengantin dan Katering Pernikahan milik orang tuanya. Saya sempat tertawa mendengar pengakuannya. Bagaimana tidak, keseharian YP jauh sekali dengan dua dunia itu.
Latar belakang pendidikan YP teknik konstruksi. Di pabrik pun tugasnya berhubungan dengan kerasnya dunia proyek. Bahkan berantem dengan tukang-tukang yang terkadang ngambek tanpa sebab. Olala.. sekarang harus berhubungan dengan make up, fashion, masak memasak, sendok garpu dan sebangsanya… Hahaha.. sebentar lagi langit pasti runtuh..
Namun YP ngotot. Dia tetap memaksa saya untuk membuatkan sebuah rencana kerja untuknya. Seperti saat di kantor dulu. Tugas saya dikantor lama memang membuat perencanaan proyek secara detail, dari urusan gambar, biaya, waktu, sampai cara pengawasan dan pengecekkan. Dan YP tinggal melaksanakannya sesuai apa yang tertera di kertas.
Untuk seorang sahabat, saya mencoba berfikir keras untuk membantunya. Akhirnya saya menemukan satu kelemahan besar dalam diri YP. Dia belum melek dunia digital. YP tak pernah tertarik untuk menjelajahi dunia lewat perangkat teknologi. Bahkan membenci dan mencemooh orang-orang yang berpelesir di dunia jejaring sosial. Dia menganggap semua itu hanya omong kosong belaka.
Saya berusaha meluruskan persepsinya. Mengajarinya perlahan. Membuatkannya alamat email dan mengikutkannya di sebuah jejaring sosial. Pertamanya dia protes, namun saya mengancam tidak akan membuatkannya sebuah rencana besar.
Yp mulai betah duduk di depan monitor komputer. Mula-mula hanya sejam sehari. Hanya untuk mengecek email dari saya di inbox dia. Kami memang tinggal berlainan kota. Kemudian dia mulai iseng, main-main di mesin pencari sebuah situs terkenal. Mengetik asal-asalan sebuah kata yang berhubungan dengan dunia Rias Pengantin dan Katering Pernikahan.
Selanjutnya tanpa saya ajari, dia asik dengan dunia barunya. Banyak hal bisa digali di dunia digital untuk mengembangkan bisnisnya. Pola pikir YP perlahan berubah. Wawasannya berkembang dengan cepat. Saya tak perlu kesulitan lagi dengan setumpuk perencanaan untuknya. Dia sudah punya perencanaan sendiri.
Tiga tahun berlalu. Bisnis keluarganya perlahan berkembang. YP tak lagi berkutat dengan cara-cara tradisional untuk mengembangkan usaha. Meski belum mencapai tahapan mimpi-mimpinya, namun YP bersyukur bahwa kini masih hidup layak bersama anak-anaknya walau tak lagi bekerja diperusahaan lama.
YP semakin cinta dengan dunia digitalnya. Karena memberikan benefit yang tak terhingga bagi kemajuan usahanya. Dia tak peduli meski saya sering meledeknya.
“ Benci yang menjadi Cinta ya YP….”

No comments:

Post a Comment