Tuesday 27 November 2012

Rakuten.co.id : HANYA BUTUH SATU TELUNJUK SAJA…..


Sebenarnya saya belum pernah tertarik untuk mencoba belanja di sebuah toko on-line. Meskipun sudah mengenal dunia internet sejak masih SMP. Maklum, saya termasuk generasi yang senang nongkrong di warnet-warnet untuk browsing dan menjelajah di dunia maya. Jadi tak gaptek-gaptek amat lah dalam dunia teknologi.
Hingga akhirnya kenal gadget dan android setelah bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Meski sudah berpenghasilan, namun rasanya tak mudah jua untuk tertarik mencicipi belanja on-line. Atau menyambangi On-line shop di dunia maya. Walaupun dalam sehari, saya meluangkan waktu beberapa jam untuk Bega….(bergaul) di dunia maya.
Sayangnya akhir-akhir ini saya cukup dipusingkan untuk mencari barang-barang unik untuk melengkapi design-design yang telah dirancang. Pekerjaan saya di bidang Interior Design memang menuntut untuk selalu berburu barang-barang unik yang Up-To-Date. Padahal waktu untuk ngelincer dan berburu barang-barang di berbagai lokasi sangat terbatas.
Untuk urusan seperti ini, memang cukup merepotkan. Terlebih lagi memilih pernak-pernik dan accessories untuk menunjang keindahan design saya. Kalau sekedar gambar, saya bisa bikin. Namun kalau sudah menyangkut visualisasi nyata, rasanya cukup membuat kepala pening. Apalagi perusahaan tempat saya bekerja tidak memproduksi accessories. Hanya memproduksi barang-barang furniturenya saja.
Hingga akhirnya ditemukanlah situs http://www.rakuten.co.id. Sebuah situs belanja on-line yang dipunyai oleh PT Rakuten-MNC. Sebuah perusahaan joint venture antara PT Global Mediacom Tbk dan Rakuten,Inc.
Rakuten, Inc. sendiri mempunyai 64 juta anggota di Jepang, tempat asalnya. Bahkan total penjualan di tahun 2009 mencapai 3,2 milyar USD.
Bisnis intinya, yaitu "Rakuten Ichiba", sebuah toko on-line terbesar di Jepang, yang menyediakan lebih dari 70 juta produk oleh 35.000 merchant/toko.
Beberapa merchantnya bahkan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 juta USD per bulan. Rakuten, Inc merupakan pionir dan pemimpin dalam model bisnis B2B2C toko on-line.
Sayapun tertarik untuk menyambangi On-line shop Rakuten-MNC. Dan Woo…alah… ternyata disana serba lengkap. Serasa masuk di Mega Super Mall. Semuanya ada. Bisa memilih sepuasnya. Cara berbelanjanya pun cukup mudah.
Hanya butuh satu jari telunjuk saja…..
Jadinya serasa menjadi Meneer - Meneer jaman Baheula yang penuh kekuasaan. Dengan sekali menjentikkan telunjuk, maka semuanya terhidang di depan mata. Atau malah seperti Aladdin dan Om Jin-nya ya… Hahaha.. lebay…
Cara pembayarannya pun cukup mudah. Bisa lewat Kartu Kredit atau Internet Banking. Dari segi pengiriman barang, Rakuten-MNC menggandeng empat perusahaan pengiriman yang cukup top. Jadi aman dan terkendali.
Jadi tunggu apa lagi…. Cepat gerakkan telunjukmu……..

YANG TERTINGGAL DARI KENANGAN BEN


Saya mengenalnya sebagai Ben. Anak tiri dari kakak laki-laki kandung saya. Ben dibesarkan oleh keluarga yang sangat sederhana. Kakak kandung saya memang hanya seorang tukang ojek yang penghasilannya tidak menentu. Sedangkan sang istri, yaitu ibu kandung Ben, mantan seorang pelayan café di sebuah pub ternama di kota Bandung.
Saat saya berjumpa dengan Ben, dia masih anak kecil yang sangat lucu. Pantas saja kalau kakak saya begitu menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri. Sayapun tak keberatan saat dipanggil paman olehnya. Lagian Ben cukup santun dan menyenangkan saat bertemu dengan saya.
Ketika menginjak remaja, seperti anak remaja pada umumnya. Ben mulai nakal dan mencicipi berbagai hal yang kadang membuat orang tuanya marah. Apalagi saat itu kehidupan keluarga kakak saya mulai kembang kempis. Maklum sang istri tak lagi bekerja di café. Karena usia yang mulai menua. Sudah kodrat alam untuk tergantikan oleh gadis-gadis yang masih belia.
Karena kenakalannya, Ben sampai tak lulus SMP. Dia lebih memilih untuk ikut bekerja serabutan bersama sang ayah. Irama nasib menghantarkan Ben pada satu kehidupan yang jauh dari kehidupannya semula. Kehidupan pedesaan yang tenang dan tentram.
Dengan wajahnya yang cukup rupawan, Ben berhasil masuk ke dunia malam yang hingar bingar. Entah apa yang dilakukan Ben disana. Yang jelas, sejak saat itu Ben menjadi kebanggaan keluarga. Pakaiannya selalu trendi dan bermerek. Setiap pulang ke desa selalu membawa uang yang lumayan untuk ayah dan ibundanya.
Sayapun begitu pangling ketika bertemu dengannya. Ben menjadi lebih bercahaya. Dandanannya klimis sekali. Mirip pria-pria metroseksual yang kerap berseliweran di layar kaca dan iklan-iklan. Namun dihadapan saya, Ben tetap seorang yang sangat santun. Tetap mencium tangan saya dan memperlihatkan senyumnya yang menawan.
Beda sekali dengan cerita yang banyak terdengar dari ayahnya. Bahwa Ben sudah berubah perangai menjadi begitu angkuh karena mulai hidup berkecukupan. Namun ternyata kabar demikian tak terjadi pada saya. Ben tetap begitu menyenangkan dimata saya.
Hampir lima tahun Ben berkecimpung di dunia malam. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke desa. Itu semata karena belakangan Ben mulai sakit-sakitan. Dari kabar yang saya dengar, sebenarnya penyakitnya hanya sepele saja. Cuma penyakit Flu. Namun entah kenapa tak kunjung sembuh.
Tak berapa lama, Ben kembali dapat pekerjaan. Kali ini pekerjaan biasa. Namun lokasinya tak begitu jauh dari rumah. Ben senang. Dia bertahan dengan pekerjaannya walau gajinya lebih kecil. Hanya cukup untuk kehidupannya sendiri. Tak bisa lagi membantu kehidupan orang tuanya seperti dulu.
Di saat seperti ini, kehidupan memang tak bisa diprediksi. Sang ibu mulai sakit-sakitan. Padahal usianya masih empat puluhan. Semula penyakitnya sama seperti penyakit Ben. Penyakit sepele yang tak kunjung sembuh. Namun di kemudian hari, penyakit yang sepele itu berubah menjadi beragam penyakit asing yang menakutkan.
Dokter-dokter di Puskesmas atau di rumah sakit kabupaten yang didatanginya tak pernah bisa mendiagnosis secara persis penyakit apa yang sebenarnya menimpa sang ibu. Yang jelas, para medis itu hanya mengatakan penyakit sang ibu sesuai kondisi yang setiap hari berubah. Dari penyakit lever, Hepatitis C, TBC atau sebangsanya.
Saya sebenarnya sempat bertanya pada suaminya mengenai hal ini. Namun kakak saya itu hanya mengatakan bahwa penyakit sang istri memang seperti itu. Tak ada informasi lain. Sampai kemudian sang istri meninggal dalam kondisi sakit yang cukup parah.
Tentu saja peristiwa kematian ini membuat semua anggota keluarga berkabung. Apalagi masih ada anak kakak saya yang beranjak gadis. Yakni adiknya Ben.
Yang paling terpukul dengan kematian sang ibu ternyata Ben. Semua orang tak pernah menyangka bahwa Ben begitu kehilangan ibundanya. Ketika saya Tanya, ternyata selama ini Ben lah orang terdekat ibunya itu. Mereka berdua adalah teman curhat yang saling menggantungkan hidup satu sama lain. Apalagi Ben sangat menyesal karena tak bisa membiayai pengobatan sang ibu. Karena hidupnya tak lagi seperti enam tahun lalu.
Setahun kemudian saya kembali mendengar Ben sakit. Bahkan sebulan kemudian penyakitnya tambah parah. Dirinya hanya tergolek lemah di tempat tidur. Tubuhnya semakin kurus kering. Wajahnya yang dulu rupawan kini hanya tinggal kulit yang membalut tulang.
Dari bisik-bisik kakak saya. Katanya Ben terkena HIV. Ya Tuhan darimana gerangan hal itu bisa terjadi. Masih menurut kakak saya pula, semua berasal dari kegemaran Ben mentatto tubuhnya. Memakai jarum yang sama dengan jarum orang lain. Itu terjadi ketika Ben putus asa karena ditinggal sang bunda.
Saya tak percaya. Dari literature yang pernah saya baca, bukankah virus HIV mulai terlihat setelah masa inkubasi 5 sampai 10 tahun. Sementara kegemaran Ben  menjajal Tatto ditubuhnya baru setahun belakangan ini. Tanda tanya saya kian besar setelah mendengar jejak rekam hidupnya bersama sang bunda di masa lalu.
Saya takut sekali kalau ternyata Ben tertular HIV dari sang bunda saat masih dalam kandungan. Mengingat penyakit ibundanyapun menunjukkan gejala yang sama. Bila hal ini terjadi, bagaimana dengan suaminya yang jelas-jelas kakak kandung saya. Semoga saja hal demikian memang tak terjadi.
Semoga saja Ben tertular HIV, akibat kehidupan hedonisnya saat bekerja di dunia malam. Dan teka-teki asal muasal penyakit Ben tak kunjung terpecahkan hingga ajal menjemputnya. Ben meninggalkan dunia fana dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Dia hidup terkucil dari lingkungan sekitar, setelah para tetangga tahu penyakitnya.
Di kemudian hari, sayapun mendapat kabar. Teman sekamarnya saat bekerja di dunia malam meninggal dalam kondisi yang sama persis dengan Ben.
Namun saya masih menyisakan seribu Tanya tentang semuanya. Saya khawatir dengan kakak saya. Harus bagaimana meyakinkannya agar mau melakukan general check up. Selama ini memang dia terlihat sehat-sehat saja. Malah hidup bahagia dengan istri barunya. Namun tetap saja saya khawatir.
Daerah kami memang hanya sebuah desa yang tidak begitu ramai. Namun dengan peristiwa yang terjadi pada Ben. Tentu saja harus menumbuhkan paradigma baru di kalangan masyarakat dimanapun. HIV tak hanya terjadi di kota saja. Ternyata sang pembawa maut itu sudah mulai mengintai ke desa yang cukup sunyi.
Siapakah yang mesti melakukan penerangan untuk orang-orang lugu di desa-desa yang cukup sunyi itu. Mengingat akses mereka terhadap Informasi hanya melalu televisi. Lagian Informasi lewat televisi sangat kurang. Malah seringkali tidak mengenai sasaran karena disampaikan dalam bentuk yang kurang dimengerti masyarakat awam yang tingkat pendidikannya masih rendah.
Seperti kejadian yang menimpa tetangga-tetangga Ben yang mengucilkannya sampai maut memanggil Ben. Padahal peristiwa demikian tak mungkin terjadi andai ada media atau pihak yang mampu menyampaikan secara terang benderang dan dimengerti orang awam.
Siapa bisa membantu………….

AKHIRNYA KAMI TEMUKAN, “Obat Wasir dan Ambeien Manjur di Obatwasir.biz“


Sudah beberapa minggu ini saya tak bertemu salah satu kakak yang tinggalnya di pusat kota kabupaten. Memang cukup kehilangan, karena biasanya kami selalu bertemu setiap hari Jumat tiap minggunya di makam almarhum ayah dan ibu.
Setiap hari Jumat itulah kami selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam mereka. Karena menurut guru mengaji kami, pas hari Jumat, arwah orang yang sudah meninggal berada di makam masing-masing. Makanya kami tak lupa untuk menziarahi makam almarhum orang tua setiap hari Jumat.
Hanya itulah salah satu bentuk bakti kami pada orang tua yang telah melahirkan kami. Apalagi kami tak sempat membahagiakan keduanya karena mereka meninggal saat kami belum bisa hidup mandiri seperti sekarang.
Usut punya usut, ternyata kakakku menderita penyakit Wasir atau Ambeien. Penyakit ini memang cukup menyakitkan untuk orang yang menderitanya. Apalagi Ambeien menyerang anus manusia. Dimana terjadi pembengkakan di bibir anus. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya sang penderita.
Dari cerita kakak saya, sebenarnya gejala awalnya sudah dirasakan dari dulu. Dia kerap merasakan sakit saat terlalu lama duduk atau terlalu lama berdiri. Yang lebih parahnya lagi saat buang air besar mengejan terlalu keras sakitnya bukan kepalang. Atau keluar tinja yang sangat keras hingga menyebabkan keluar darah saat mengeluarkannya.
Sayang, kakak saya tak mempedulikan semuanya. Dia terlampau malu untuk datang ke dokter atau mencari Obat Ambeien di toko obat. Penyakit seperti ini memang bukan hal yang sedap untuk diperbincangkan. Mungkin karena menyangkut daerah belakang ya. Jadi penderitanya enggan untuk mengakui kalau dirinya terkena Ambeien.
Kakak saya pernah mendengar penyembuhan penyakit wasir dari salah satu temannya. Dia disarankan untuk membeli Obat Wasir dengan merk tertentu di sebuah toko obat. Namun setelah dilaksanakan, ternyata efeknya hanya selama memakai obat itu saja. Setelah berhenti memakannya, kakak saya kembali menderita penyakit yang sama.
Ada lagi saran dari seorang teman untuk melakukan operasi. Namun kakak saya kembali terkejut dan ngeri setengah mati. Karena penyembuhan Ambeien lewat operasi menyebabkan penderitanya harus Bed Rest yang cukup lama. Apalagi ada selentingan kabar bahwa seseorang kembali mengalami penyakit yang sama pasca operasi.
Pernah pula disarankan untuk menjalani terapi penyembuhan di sebuah klinik di kota besar. Namun setelah di cek, biayanya terlampau mahal. Apalagi proses penyembuhan di klinik tersebut tidak bisa dibiayai oleh asuransi kesehatan yang dimilikinya.
Ternyata kakak saya tidak sendirian. Begitu kakak saya yang lain berkumpul, mereka juga mengeluhkan hal yang sama. Meski kadarnya belum separah kakakku yang satu itu. Begitu pula saat kami bertemu salah satu Bibi dari pihak almarhum ayah. Beliau juga menceritakan bahwa dirinya menderita Ambeien sejak muda.
Akhirnya dari beliaulah kami mengetahui sejarah keluarga kami mengenai penyakit Ambeien. Ternyata almarhum ayah kami juga menderita penyakit yang sama sewaktu hidup dulu. Riwayat Ambeien di keluarga kami sudah turun temurun toh…. Kirain hanya warisan saja yang dapat diturunkan ke anak cucu. Penyakit juga diturunkan…. Haha…
Dari Bibi kami lah akhirnya terurai cerita Obat Ambeien yang cukup ampuh. Yaitu dengan obat-obatan herbal. Tanpa efek samping dan terbukti manjur. Tak perlu malu membelinya karena dipesan secara On-Line.
Cukup klik http://www.obatwasir.biz/. Tinggal pesan dan duduk manis di rumah. Ternyata Bibi kami cukup canggih juga ya. Usut punya usut, ternyata dipesankan oleh anaknya yang tinggal di kota.
Bibi…. Bibi…. Rupanya engkau malu karena Gaptek juga ya….hahaha….!

SENTUHAN ENERGI SEDERHANA UNTUK LINGKUNGAN TERCINTA


Tags : Energi, Lingkungan, Pertamina

Sewaktu berkunjung ke tempat saudara di sebuah desa, saya cukup tertegun dengan perubahan yang sangat drastis di kampung yang dulunya senyap itu. Jalan menuju kesana sudah dilapisi beton cor yang kuat. Begitu pula dengan drainase sepanjang jalan yang sudah menggunakan gorong-gorong dari bahan beton juga.
Ditambah lagi dengan bangunan di kiri kanan jalan yang diisi deretan bangunan berdinding tembok juga. Tak ada lagi bangunan asli pedesaan yang menyejukkan mata seperti sepuluh tahun lalu. Semua berubah. Desa ini sudah makmur rupanya.
Rumah berdinding tembok memang tolok ukur Kemapanan bagi banyak orang. Hampir tak ada lagi orang yang punya keinginan untuk mendirikan tempat tinggal berdinding bilik bambu atau kayu. Identitas khas sebuah perkampungan yang asri, hilang sudah.
Sayangnya pemahaman tolok ukur tentang sebuah Kemapanan itu tidak dibarengi dengan pemahaman mengenai Alam Semesta. Mungkin karena tingkat pendidikan yang rendah. Diperparah lagi dengan proses pendidikan dasar yang tidak mengadopsi Pendidikan Kearifan Alam Semesta untuk manusia. Hingga terbentuklah generasi yang menafikan alam. Padahal alamlah yang selama ini menjadi tempat dirinya berpijak.
Contoh kasar adalah halaman setiap rumah yang berjejer sepanjang jalan itu yang semuanya ditutupi cor semen. Tak ada kehijauan rumpun yang menghampar indah didepan rumah. Kalaupun ada satu dua yang masih berupa tanah, hal itu dibiarkan begitu saja tanpa ditanami apapun.
Ketika saya tanyakan pada saudara saya. Jawabannya cukup miris terdengar. Semua berdalih Repot jika halaman ditutupi rumput. Harus disiram saat musim kemarau. Harus rutin dipangkas jika musim penghujan. Belum lagi ka;au ada ulat dan binatang lain yang biasanya berserang di semak-semak rumput.
Tak hanya rumput yang menghilang. Pohon-pohon besar di depan rumah juga banyak yang lenyap begitu saja. Alasannya kembali membuat kepala saya geleng-geleng kepala. Repot sekali harus membersihkan daun yang berguguran setiap hari. Takut kalau pohon menghalangi kabel listrik. Apalagi di saat musim penghujan. Bisa-bisa bangunan rumah yang bagus rusak seketika karena tertimpa dahan pohon yang tumbang.
Pemikiran-pemikiran keliru inilah, yang sebenarnya kini banyak disesali masyarakat perkotaan yang sudah lebih dulu mencicipi kehidupan modern. Penduduk perkotaan menjadi pontang-panting saat musim hujan karena banjir. Jutaan kubik air hujan yang tercurah dari langit, tak lagi diserap tanah karena tertutup beton. Akibatnya air meluap tak terkendali ke jalanan dan saluran air. Diperparah oleh jaringan drainase yang sempit, hingga tak lagi dapat menampung debit air dari tiap rumah yang tak terkira banyaknya.
Saat musim kemarau tiba, kembali lagi pusing bukan kepalang. Masyarakat kota kekurangan air tanah. Karena tak ada lagi air yang tersimpan di dalam tanah akibat tak terserap saat musim penghujan.
Jika sudah begitu, siap-siap saja berpuluh tahun kemudian tanah di tempat itu akan amblas karena terdapat rongga yang besar di perut bumi akibat pengambilan air tanah yang terus menerus. Sementara itu tak ada lagi suplai yang berasal dari air hujan untuk mengisi kembali rongga di dalam perut bumi.
Makanya belakangan ini banyak digalakkan konsep Go Green dan Back To Nature. Bersahabat kembali dengan bumi lewat gerakan menanam sejuta pohon. Atau membuat lobang-lobang Pori di halaman rumah supaya terjadi resapan air hujan secara alami.
Saya menerangkan semua pengetahuan itu pada saudara saya tercinta lewat bahasa orang desa yang sederhana. Dia hanya manggut-manggut. Saya tak bisa menebak. Apakah dia memang mengerti sepenuhnya. Atau hanya terpaksa mendengarkan saja uraian saya karena segan.
Saya pun ingin menunjukkan sesuatu kepadanya dengan cara yang sederhana. Dengan cara membawa dia ke tempat pemakaman keluarga yang ada di atas sebuah bukit. Alasan saya kala itu adalah untuk berjiarah dan sowan ke makam leluhur.
Saudara saya itu bercerita bahwa bukit pemakaman pernah longsor tahun lalu saat musim penghujan. Dia bilang, mungkin karena bukit itu semakin penuh oleh makam. Saya hanya tersenyum mendengarnya.
Sesampainya di makam, saya kemudian menutupi tanah sekitar makam ayah dan ibu saya dengan potongan rumput yang sebelumnya sudah saya persiapkan. Hingga daerah sekitar makam orang tua saya itu tertutup semuanya. Hasilnya memang terlihat  menjadi lebih indah dan menyejukkan mata. Beda dengan sebelumnya yang gersang karena berupa tanah merah yang lengket.
Kali ini saudara saya mulai berkomentar. Dia memuji karena makam menjadi indah dan sedap dipandang mata. Saya hanya terkekeh mendengar pujiannya.
Setahun kemudian, ada lagi kabar dari saudara saya tentang bukit pemakaman itu. Saat itu musim penghujan tengah mencapai puncaknya. Dia bilang bahwa sang bukit kembali longsor. Namun makam orang tua saya dan beberapa makam disekitarnya tidak apa-apa. Semua karena rumput yang saya tanam telah menjadi penopang yang kuat untuk menahan air hujan yang tercurah dari langit. Saudara saya berteriak di telepon.
“ Saya baru mengerti, mengapa kamu menanam rumput di pemakaman orang tuamu. Rupanya supaya tidak terjadi longsor ya ……? “
Dan saya pun mengucap syukur dalam hati. Rupanya dengan cara teguran dari Tuhanlah, saudara saya bisa mengerti tentang pentingnya kembali Bersahabat dengan Bumi.