Tuesday 8 January 2013

Bagaimana Kalau Batik Kian Usang Dan Membosankan ?


Bagi sebagian orang. Pertanyaan ini terkesan bodoh dan ‘Kepo’. Batik kan sedang jadi Trend Setter. Batik kan Identitas bangsa Indonesia. Batik kan salah satu bukti perjuangan Bangsa Indonesia. Seperti juga kemerdekaan Bangsa ini. Segenap bangsa Indonesia merasa telah memperjuangkan Batik lewat pertumbahan darah. Setelah kita merebutnya dari Klaim Bangsa lain. Hingga diakui UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.


Batik sebenarnya termasuk salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Yang dilakukan melalui teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Hingga membuat kain memiliki corak dan warna berbeda. Di dunia internasional, teknik Batik dikenal sebagai wax-resist dyeing.
Dalam Bahasa Jawa. Batik berasal dari kata “Amba” yang bearti Menulis dan “Titik” yang bermakna titik. Menurut G.P. Rouffaer, tehnik batik di pulau Jawa kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Namun menurut J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi Batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua.


Dunia mengenal Batik, Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman. Sejak saat itu Batik memulai jaman keemasannya.


Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi. Tradisi membatik mulanya termasuk tradisi turun temurun. Terbukti dengan kenyataan bahwa suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Ragam corak dan warna Batik awalnya sangat terbatas. Beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun di kemudian hari, Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Khususnya Batik Pesisir. Seperti Batik dengan warna merah dan corak burung phoenix yang dipopulerkan oleh pendatang Tionghoa. Atau penjajah Eropa yang memasukan corak bunga Tulip, Kereta kuda atau gedung ke dalam corak Batik.


Dari masa ke masa, Batik selalu mengalami pasang surut. Awal tahun 1990 saya mulai mengenal Batik yang cukup “Trendy”. Dalam artian sesuai Passion anak muda (ABG). Saat itu saya baru SMP dan mulai tertarik mematut diri, tidak tergantung pakaian yang selalu dipilihkan Ibu. Mulai memberontak dan ingin berbelanja sendiri.


Di salah satu majalah remaja terkenal, ada busana Ready to wear rancangan designer Carmanita yang memadupadankan Batik. Ada kemeja Batik empat warna. Batik berwarna pupus dengan teknik Brush dan lain-lain. Semua rancangannya eye catching. Apalagi diperagakan oleh model semacam Ozzy William, Gaby Jorgie dan Ari Wibowo cs. Saya jadi heran sendiri. Kok Batik bisa begitu keren ditangan Designer jenius semacam Carmanita. Beda sekali dengan imej Batik yang identik dengan busana nenek-kakek. Atau perangkat adat saat upacara Pernikahan, Kelahiran dan Kematian.


Namun Trend Batik kemudian menurun seiring waktu. Batik kreasi Carmanita dibajak orang-orang yang hanya berorientasi duit. Batik rancangannya jadi kehilangan Roh karena bisa didapat dengan mudah dan harga yang murah meriah. Mengenakan Batik rancangan Designer Top bukan lagi menjadi sebuah kebanggaan. Karena sebulan kemudian, Batik yang sama bisa didapatkan dengan mudah dan murah di kaki lima.
Kenyataan seperti ini yang menyebabkan Batik mulai terpuruk. Mengenakannya seakan menjadi tak bergengsi. Perasaan seakan menjadi manusia udik dari planet antah berantah saat berbusana Batik di situasi-situasi tertentu. Puncaknya, Batik hanya dikenakan saat upacara-upacara tertentu. Itupun hanya beberapa jam saja. Batik bukan lagi busana untuk sehari-hari.


Dampak global keterpurukan Batik bukan hanya untuk segelintir orang saja. Tapi menyangkut hajat hidup orang banyak. Pesona Batik yang kian meredup menyebabkan banyak pabrik Batik berskala besar gulung tikar. Menyebabkan pengangguran dan ekonomi memburuk bagi keluarga yang terhidupi oleh Batik.


menyelamatkan Batik dari keterpurukan salah satunya adalah Seniman-seniman Batik yang masih setia berkreasi ditengah pasar Batik yang hidup segan mati tak mau. Mereka tetap berkreasi dengan tulus ikhlas karena kecintaannya terhadap Batik. Sebut saja almarhum designer Iwan Tirta atau Obin. Ditangan Obin, Batik kembali mempunyai roh yang luhung. Batik menjadi kembali menempati strata sosial yang tinggi.

Hingga setelah tahun 2000an, Batik kembali dilirik orang. Pesonanya mulai membius bangsa ini untuk kembali ke identitas budayanya. Puncaknya dengan diakuinya Batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh UNESCO.
Tua-muda, laki-perempuan, anak-anak dan bayi. Kini kembali berbusana Batik. Mereka kembali bangga dengan identitas bangsanya. Rakyat Indonesia kembali berbulan madu dengan Batik. Mencumbuinya dengan penuh cinta sepanjang siang dan malam. Memanjakan Batik laksana seorang kekasih yang baru saja kembali dari pengasingan masa lalu.


Sampai kapan Bangsa ini jatuh cinta dan berbulan madu dengan Batik ?. Bukankah Bangsa ini terkenal sebagai Bangsa Pembosan ?. Cepat jatuh cinta, namun cepat pula jenuh dan bosan pada sesuatu. Jawabannya tentu tinggal bertanya pada diri masing-masing.
Saya takut kalau peristiwa pertengahan tahun 1990an – tahun 2005an terulang. Saya takut Batik terpuruk, Batik tersudut, Batik terpinggirkan dan Batik pergi ke pulau Pengasingan. Saya takut kalau bangsa ini kembali jenuh dan bosan dengan Batik. Harus bagaimana kalau hal ini sampai terjadi.


Bangsa ini harus belajar dari masa lalu. Jangan menyulap Batik hanya menjadi sebuah Komoditi bernilai ekonomis saja. Namun Batik harus diberi sentuhan cinta yang tulus. Harus ditumbuhkan banyak idealisme saat melukiskan motifnya. Tak perlu mengikutkan Batik pada Trend terkini dan termodern. Biarkan Batik tetap bersahaja dan indah sesuai philosophinya.


Bangsa Indonesia akan tetap mencintai Batik kalau mengetahui dan paham semua philosophi yang terkandung dalam setiap coretan corak dan warna Batik. Semua akan sadar dengan sendirinya, Bahwa Batik adalah Kampung Halamannya. Bangsa ini akan tetap kembali dari perantauan ke Kampung Halamannya. Karena dari sana dirinya berasal dan dibesarkan.


Bangsa ini harus merasa bahwa Batikku adalah Kampung Halamanku………



No comments:

Post a Comment