Wednesday 14 October 2015

NASI JAMBLANG... RIWAYATMU KINI




Jamblaaaaaaaaannng…!” Sebuah teriakan nyaring membangunkan tidurku. Walau mata masih sepet, biasanya aku bela-belain bangun. Kemudian bergegas ke depan rumah untuk menyongsongnya. Meski suaranya terdengar semakin nyaring, tapi sosoknya belum nampak. Seringkali aku malah kembali melengut di teras rumah karena menunggu kehadirannya.

Penantianku berbuah manis. Sosok yang dirindukan itu menampakan diri. Perempuan paruh baya dengan bakul dipunggung dan tampah dikepala. Ia datang dengan wajah sumringah dan senyum khasnya. “Eyangmu mana to, le..?”. Aku menggelengkan kepala karena benar-benar tidak tahu. Sepagi itu biasanya Eyang sudah ke pasar untuk berjualan. Pertanyaan perempuan dihadapanku hanya basa-basi. Jadi tak perlu kujawab.

Sekepal nasi dibungkus daun jati, setusuk sate telor puyuh, tempe dan tahu goreng, se-ujung sendok sambal, tak lupa diguyur sedikit kuah daging, merupakan menu sarapan pagiku. Meski dalam setahun hanya beberapa kali berkunjung ke Trusni, tapi perempuan dihadapanku itu tahu betul kesukaan pelanggannya.

Dialah Yuk Jaerah. Penjual nasi jamblang yang memberiku sarapan pagi saat Eyang pergi ke pasar. Layaknya seorang nenek sama cucunya, Yuk Je (semua orang memanggilnya begitu) menemaniku makan sambil cerita ngalor ngidul. Aku sendiri kadang ngerti, kadang tidak. Maklum cerita Yuk Je lebih sering dicampur dalam bahasa Jawa Cirebon. Jujur aku tak paham bahasa Jawa Cirebon. Aku lahir dan besar di Jakarta. Datang ke Trusni hanya sesekali untuk menengok Eyang. Yuk Je baru beranjak ketika sudah memastikan kalau makananku habis. Akupun tak perlu bayar. Biasanya tagihan nasi jamblangku ditagihkan ke Eyang, sepulang beliau dari pasar.

Kebiasaanku mengunjungi Eyang di Trusni benar-benar berakhir ketika beliau meninggal saat aku lulus SD. Namun seiring waktu, kenanganku bersama Yuk Je, nasi jamblang dan teriakan jamblangnya yang khas tak pernah hilang. Diam-diam aku merindukannya. Seperti kemarau panjang yang menantikan hujan. Entah kenapa, teriakan Yuk Je seperti memiliki kekuatan tertentu. Seperti berirama slow rock dan seriosa. Mungkin juga karena Yuk Je sama baiknya dengan Eyang. Dia memperlakukanku seperti cucunya sendiri.

Baru sekarang aku tahu penyebab mengapa kenangan Yuk Je tak pernah hilang. Menurut buku psikologi yang kubaca, suasana kekeluargaan yang dibangun saat sarapan pagi akan menimbulkan energi positif untuk melakukan aktifitas harian. Yuk Je memang hebat. Tanpa beliau sadari, perlakuan istimewanya membuat seorang anak manusia berkembang dengan memiliki kenangan positif tentang masa lalu.

Lima belas tahun kemudian, aku kembali berkesempatan mengunjungi Cirebon. Kantor tempatku bekerja menugaskan melakukan prospek pekerjaan pada beberapa klien. Kenanganku terhadap Yuk Je kembali ke alam bawah sadar. Apakah Tuhan masih memberiku keajaiban untuk menemukannya? Apakah Yuk Je masih hidup?. Masih terbayang ketika tangan kuatnya menggendongku yang tengah menangis di sisi jasad almarhumah Eyang. Beliau memeluk erat sekali. Yuk Je hanya hanya sesekali menitikkan air mata. Tapi kurasakan tubuhnya terguncang.


Selama di Cirebon, aku menginap di Aston Hotel Cirebon yang terletak di Jalan Brigjen Dharsono No.12 C, Cirebon. Hanya butuh waktu 30 menit dari stasiun kereta api. Supir taksi yang membawaku dari stasiun kereta langsung tahu ketika kusebutkan nama AstonHotel Cirebon. Suasana Suiteroom bergaya minimalis modern yang nyaman dengan fasilitas bathtub, membuatku senang berlama-lama di dalam kamar. Jujur aku belum tergoda mengunjungi tempat-tempat wisata di Cirebon sebelum acara prospek dengan klien selesai. Tawaran dari beberapa teman lama yang ada di Cirebon kuabaikan sementara.


Aku memang lebih senang pergi sendirian menikmati tempat wisata sejarah. Gak perlu takut nyasar karena ada Smartfren 4G LTE. Ponsel keren dengan fitur-fitur canggih. Tinggal buka goggle map untuk mencari lokasi tempat wisata. Atau tanya-tanya di komunitas Blogger Cirebon. Mereka akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaanku tentang Cirebon. Postingan merekapun banyak mengulas tempat-tempat yang menakjubkan dan recommended untuk kukunjungi.


Pekerjaanku selesai dalam dua hari. Baru di hari ketiga, aku memutuskan untuk melongok-longok tempat-tempat yang direkomendasikan teman-teman Blogger Cirebon. Banyak hal yang membuatku takjub. Cirebon sudah benar-benar berubah. Akses kemana-mana kini gampang. Cirebon memang beda dengan kota lain yang punya tipikal lokasi berundak-undak seperti Bogor atau Bandung. Cirebon kotanya datar. Jalanan terlihat dari ujung ke ujung.

Aku mengunjungi Taman Kera Kalijaga. Ditempat ini langsung pasang sikap siaga. Maklum dulu pernah punya pengalaman tak mengenakan ketika mengunjungi tempat yang sama di Pangandaran. Kameraku diambil seekor kera dan dibawa keatas pohon. Dari Taman Kera Kalijaga, aku langsung kembali ke kota dan keliling-keliling cari makanan. Perasaanku langsung terhenyak saat melihat warung-warung bertuliskan spanduk ‘Nasi jamblang’. Andai… . 


Dengan benak dipenuhi gamang, kuputuskan untuk memasuki salah satunya. Namun kegamanganku menghilang seketika. Puluhan jenis makanan terhidang dengan penuh selera diatas meja. Dengan leluasa kupilih dan kutumpangkan ke atas nasi. Rasa Nasi Jamblang memang ajib. Perutku kekenyangan. Kuputuskan untuk balik ke Aston Hotel Cirebon.


Malam ketiga di Cirebon, ingatanku tentang Yuk Je kembali membayang. Aku kangen suara teriakannya. Rindu rasa sate telor puyuh dengan siraman kuah dagingnya. Tidurku jadi larut sekali. Bolak-balik kuganti chanel TV kabel yang ada di kamar hotel. Namun mataku tak juga terpejam.


Pagi-pagi sekali aku melangkahkan kaki keluar kamar. Resepsionis yang kutitipi kunci kamar tersenyum keheranan melihatku pergi di pagi buta. Dengan langkah bergegas aku masuk taksi yang sudah menunggu di depan lobby. Kemudian meluncur ke satu tempat. Sopir taksi tak banyak bertanya ketika kusebutkan sebuah nama.

Beberapa saat kemudian tiba ditempat yang kutuju. Perasaanku seketika tak karuan pasca taksi pergi. Beragam andai dan tanya bergelayutan dalam benak. Kuatur nafas pelan-pelan. Rasanya aneh sekali. Beberapa saat menunggu membuat perasaan gundah menyergap. Kupasang earphone ke telinga untuk mendengarkan musik lewat pemutar mp3 Smartfren 4G LTE.

Dadaku berdegup kencang ketika terdengar suara teriakan dari kejauhan. “Jamblaaaaaaannng…”. Kumatikan musik. Kutunggu suara itu dengan berdebar-debar. Beberapa jenak kemudian suara itu terdengar tambah nyaring. Aku curiga karena intonasinya tak seperti suara yang kukenal. Kembali ku lihat google map. “ Ini bener Trusni kan? “.

Sosok yang kutunggu itu akhirnya datang juga. Kekecewaan langsung menyergap. Dia bukan Yuk Je. Dia perempuan muda yang menjajakan dagangan Nasi Jamblangnya dengan motor. Dan itu bukan Yuk Je. Akupun mengelus dada…

Sumber Foto : https://www.aston-international.com
                       dan sumber lain di google

No comments:

Post a Comment