Tuesday 8 October 2013

PLN BERSIH : Hindari KLEPTOKRASI




Titik ujung korupsi adalah KLEPTOKRASI, yang arti harafiahnya: pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. (Wikipedia).


Ada yang menarik saat kakak saya membangun rumah di sebuah kota kecamatan. Jaraknya sekitar 30 KM dari kota Bandung ke arah timur. Begitu bangunan mencapai 50 persen, kakak saya didatangi seseorang. Mengajak ngobrol dan ujung-ujungnya menawarkan jasa pengurusan saluran listrik. “ Biar tak repot dan cepat nyalaKatanya.
Kakak saya menolak. Kantor PLN hanya 3 KM dari rumahnya. Ngapain pake jasa calo. Mending ngurus sendiri. Lagi pula di beberapa tempat bisa dilakukan secara on-line. Biayanyapun lebih hemat. Kalau mesti menunggu giliran, itu wajar. Pasti bukan cuma dirinya yang mau masang saluran listrik.
Singkat kata, kakak saya pun mengunjungi kantor PLN sebelum pergi bekerja. Berhubung kantornya masih tutup, diapun menunggu. Ternyata di kantor PLN pun tak luput dari arena bermain para calo. Buktinya ada beberapa orang yang menghampiri kakak saya untuk membantu mengurus pendaftaran.
Untuk kedua kalinya kakak saya menolak. Namun ada calo yang mengatasnamakan orang dalam. “Sudah biasa…” katanya. Namun kakak saya tetap menolak. Sudah datang ke kantor PLN juga. Mengapa mesti mengupah orang lain.
Ketika mengurus pendaftaran pelanggan. Ternyata cukup mudah. Biayanya pun beda jauh dengan yang ditawarkan para calo.


Pengalaman kakak saya diatas memang menjadi sangat ironi. Entah benar atau tidak yang dikatakan para calo, bahwa mereka dibekingi’ orang dalam. Tapi terlepas dari benar tidaknya, sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian PLN. Mungkin ada pihak-pihak luar yang memanfaatkan situasi. Memanfaatkan kedekatan para calo itu dengan petugas PLN. Karena ternyata, mereka ada yang mengaku, kerabat, sahabat, atau tetangga petugas PLN.
Untuk urusan ‘Birokratis’ sebagian rakyat Indonesia memang terkenal malas. Maunya instan. Tak sudi mengantri dan ditanya ini-itu. Budaya feodalism..? Bisa jadi. Mungkin karena stigma negatif birokrasi. Semua setuju kalau menyangkut birokrasi pasti berbelit-belit. Ditambah kabar burung yang beredar. Bisa jadi, sengaja dipolitisasi para calo untuk menjerat mangsa.


Perlu dicari formula tersendiri untuk meng-edukasi masyarakat supaya tidak menggunakan jasa calo. Pendaftaran on-line sudah membantu. Namun sikap re-aktif dari PLN sendiri yang masih kurang. Alangkah sangat membahagiakan jika ada kepastian eksekusi setelah calon pelanggan mendaftar dan menyelesaikan pendaftaran. Hal ini akan memudahkan semua pihak. Tak akan terjadi transaksi kolusi. Dan PLN tak dipusingkan dengan omelan pelanggan.
Untuk di daerah-daerah, sosialisasi agenda PLN terasa kurang informatif. Pengguna internet masih terbatas. Mereka tak tahu dan gaptek masalah teknologi. Alangkah hebatnya kalau saat ada sosialisasi apapun, dapat berbentuk poster yang bisa dijumpai di kantor-kantor RT/RW. Bukan hanya lewat iklan Televisi dan dunia maya. Meski sebagian besar masyarakat punya pesawat Televisi, tapi untuk urusan menyimak informasi birokratis masih rendah. Dikalahkan siaran sinetron dan infotainment.


Untuk Korporasi besar sekelas PLN, tentu sudah tak masalah dengan Sistem. Pasti PLN mempunyai Sistem manajemen perusahaan terbaik. Yang menjadi anggota koloninyapun bukan orang-orang sembarangan. Karena dihuni SDM mumpuni dan berdedikasi tinggi. Yang perlu sedikit disentil hanya masalah mental. Ditengah hedonisme dunia, siapapun mudah tergoda dengan bujukan. Makanya diperlukan mental yang benar-benar imun terhadap virus corrupt. Caranya…? PLN pasti punya system khusus untuk menanggulanginya.
Menjadikan suatu Korporasi yang benar-benar bersih, sangat tidak mudah. Salah satu kendalanya adalah godaan dari luar korporasi. Contohnya seperti pengalaman di awal tadi. Bayangkan jika tragedi kolusi’ seperti itu dialami seratus pelanggan setiap hari di satu kantor PLN. Kalau rata-rata ‘sang oknum mendapat seratus ribu dari satu pelanggan. Berapa banyak yang didapatnya setiap hari. Bahkan menurut sang calo. Hasil ‘tragedi kolusi’ itu dibagikan pada seluruh staf yang bertugas. Kolusi berjamaah….?  Mengerikan….
  Memulai proses pembersihan tak dapat dilakukan hanya dari atas. Bisa jadi kalau semua ditelusuri, transaksi fantastis justru ditemukan dikalangan bawah. Lawong faktanya sudah terang benderang. Hanya, kolusi yang terjadi diantara para kroco dilakukan secara bancakan. Bukan dilakukan orang per orang. Kalau ada kesempatan, pasti mereka juga akan melakukannya. Semua terjadi karena bentukan mental yang salah besar.


Pada waktu masuk menjadi karyawan baru, mungkin idealisme masih bersih. Tapi begitu bergaul dengan koloni lama. Satu per satu virus mulai menjangkiti. Biasanya dimulai dari tips sederhana saat melayani pelanggan sebagai tanda ucapan terima kasih. Lama-lama terbiasa. Lalu ketagihan. Selanjutnya marah-marah kalau pelanggan hanya mengucap terima kasih.
Bisa juga disebabkan karena ketimpangan penghasilan karyawan. Seperti yang dikemukakan J.W Schoorl (Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007) "di Indonesia, di bagian pertama tahun 1960, situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan"





Di beberapa Bank swasta, ada poster yang berisi larangan nasabah memberikan tips atau ucapan terima kasih berbentuk uang. Dan para petugas itupun langsung menolak tegas bila ada nasabah yang memberi tips. Tapi ada pula nasabah nakal. Mereka tetap memberi tips lewat cara lain. Transfer pulsa’. Pura-pura meminta nomor telpon petugas. Tahu-tahu ada sms dari nasabah yang menyatakan sudah mengirim pulsa berikut ucapan basa-basi terima kasih. Bila sudah begini, si petugas tak bisa apa-apa. Mau tak mau di kemudian hari, dia memberikan layanan prioritas atas nama balas budi.


Jadi… Tekanan dari luar Korporasi memang terlalu kuat. Makanya yang paling penting adalah pembenahan mentality anggota koloni. Sudah siapkah.. PLN ?

2 comments:

  1. Oke banget tulisannya, salut aja deh, moga menang, doain aku juga ya, hehehehehe
    http://tokoalhafizah.blogspot.com

    ReplyDelete