http://www.cimahikota.go.id |
Tag : Cimahi
Blog Competition
Untuk sahabat saya, Cimahi adalah sebuah Hope Land (Tanah Harapan). Sesuai makna luhur
yang disandangnya, Kata Cimahi berasal dari basa
Sunda ( Cai + mahi ), berarti "air yang cukup". Sahabat saya pun
merasakan hal yang sama. Sejak mengakhiri pengembaraan panjang dan berlabuh di Cimahi.
Mungkin hal yang sama
pula, ketika tahun 1811, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels membuat Jalan
Anyer - Panarukan, dan membuat pos penjagaan di alun-alun Cimahi (sekarang). Dia telah melakukan pengembaraan
dahulu sebelum memutuskan untuk membuat satu pos penjagaan disana.
Seperti halnya sahabat
saya, Daendels jatuh cinta dan merasa nyaman di bumi Cimahi. Walaupun esensi keberadaan mereka mempunyai makna
yang berbeda. Dan sahabat saya, mempunyai tujuan yang luhur. Meski karya yang
dipersembahkannya untuk Cimahi, tidak spektakuler
seperti yang dipersembahkan Daendels.
Saya mengenalnya saat
kami sama-sama menuntut ilmu di Sekolah Guru. Pada awalnya saya tak begitu
menyukainya. Dia terlalu sederhana dengan apa yang ditunjukkannya. Terkesan
kampungan. Apalagi sikapnya yang cenderung carmuk
pada kakak-kakak senior yang menjadi panitia opspek. Dialah Yon.
Yon sempat putus asa
dengan cita-citanya untuk menjadi guru. Diantara kami semua, Yon paling jago
dalam hal keterampilan Pramuka. Tali temali, memecahkan sandi Morse, Semaphore,
Penjelajahan, P3K dan lain-lain. Makanya tak heran kalau dia lolos seleksi
kabupaten dalam bidang Pramuka. Bahkan ikut dalam Jambore Nasional Pramuka.
Sayang, kecintaannya
pada dunia pendidikan anak-anak dan Pramuka tak pernah terapresiasi siapapun.
Pengabdiannya selalu tertolak, bahkan oleh kabupaten tempat lahirnya sendiri.
Mereka tak butuh pengabdian seorang Yon yang sederhana namun bercita-cita
luhur. Mungkin untuk mereka, Yon hanyalah sebutir debu yang tak mungkin menjadi
permata.
Yon berkelana dari satu
tempat ke tempat lain. Menjalani beragam profesi. Dari kuli bangunan, tukang
kayu, sampai menjadi operator alat berat pengeruk pasir. Tapi dibalik itu
semua, hatinya selalu menangis, dia teringat senyum manis anak-anak didiknya di
sekolah, tempat dia menjadi guru sukarelawan. Yon kehilangan senyum hangat
mereka.
Hingga akhirnya Yon
berlabuh di Cimahi. Kota Tentara yang
membuat hidupnya memasuki babak baru. Cimahi butuh Yon. Butuh
seorang pendidik berjiwa sederhana yang bercita-cita luhung. Butuh seorang
instruktur Pramuka yang mumpuni dengan beragam keterampilan pandu. Butuh
semangat Yon yang menggebu untuk mencerdaskan bangsa. Cimahi butuh jiwa raga Yon seutuhnya.
Saat ini, Yon telah
menemukan dunianya sendiri. Dunia Pramuka yang riang gembira. Dunia celoteh
anak-anak yang suka cita menyambutnya. Semua itu dia dapatkan dari sebuah
tempat, bernama Cimahi. Sebuah tanah harapan
yang mulai hiruk pikuk oleh kehidupan yang berdenyut setiap detik. Yang mulai
gegap gempita dengan koloni yang dimilikinya. Tak hanya gegap gempita oleh
tentara-tentara yang bermarkas disana.
Saya kembali bertemu
dengan Yon beberapa bulan yang lalu. Busananya tetap sederhana seperti dulu.
Garis-garis tua mulai terlihat diwajah dan rambutnya. Sambil berkelakar, saya
bertanya pada dia.
“ Ternyata kamu tak
pernah berubah Yon…. “
Aku rela
meninggalkan tanah kelahiranku.
Aku rela
mendurhakainya.
Aku tak
gentar kalau dia mengutukku menjadi batu.
Cimahi lebih mencintaiku
seutuhnya.
Melebihi
ibu pertiwiku sendiri “
No comments:
Post a Comment