Berawal
dari keinginan kakak saya yang baru menikah untuk secepatnya punya rumah
sendiri. Dia sudah bosan menjadi ‘kontraktor’ yang setiap tahun harus
menyediakan dana segar untuk memperpanjang kontrak. Padahal waktu serasa
berjalan begitu cepat. Tahu-tahu sudah akhir tahun, sedangkan dana segar belum
tersedia. Maklum, kakak saya hanya seorang tukang ojek dan istrinya pedagang
kios nasi kuning di pasar.
Saya
kemudian iseng membuatkannya sebuah desain rumah sederhana. Mencetaknya dan memberikan
padanya. Saya bilang,
“Gambar ini mesti kakak gantung di kamar
tidur. Letaknya harus persis berseberangan dengan kepala tempat tidur. Supaya
ketika akan tidur atau bangun tidur, kakak langsung melihatnya “
Singkat
kata, kakak saya dan istrinya menuruti saran saya. Bahkan menaruh gambar rumah
itu sebagai wall paper di ponsel mereka.
Hasilnya
sungguh diluar. Mereka mengaku setiap malam selalu mimpi tentang rumah itu.
Semangatnya untuk memiliki rumah kian berkobar. Namun efeknya kembali ke saya.
Mereka minta advis selanjutnya supaya mimpi mereka menjadi kenyataan.
Akhirnya,
mau tak mau saya menyusun sebuah planning sederhana untuk mereka. Membagi
desain rumah menjadi pembangunan beberapa tahap. Juga alternatif beberapa
pembiayaan pembangunan. Salah satunya alternatif pembiayaan melalui bank.
Sangat
sulit memberikan pokok-pokok pemahaman pada orang awam tentang mekanisme pembiayaan yang
mengatasnamakan sebuah bank. Untuk orang
yang terlampau lugu dan sederhana seperti kakak saya, mereka telanjur terstigma
negatif pada kata bank. Padahal ada beragam keuntungan jika kita sebagai
nasabah berlaku jujur dan taat.
Sedikit
demi sedikit stigma positif saya tanamkan dalam benak mereka. Sampai akhirnya
kakak saya bertemu seseorang yang mengaku dari Bank Mandiri menghampiri kios
nasi kuning milik mereka, di Pasar Tanjungsari, Sumedang.
Gayung pun bersambut. Semua saran saya, klop
dengan penjelasan dari petugas Bank Mandiri. Mereka kian semangat, untuk meraih
impian sederhana mereka lewat bantuan pembiayaan dari bank itu.
Hanya
dibutuhkan waktu sepuluh hari untuk membiayai impian tahap pertamanya cair.
Selama lima
hari setiap minggunya, mereka diharuskan mencicil dengan cicilan yang ringan.
Yah cukup terjangkau untuk penghasilan mereka sebagai wong cilik.
Kini
pembangunan tahap pertama rumah sederhana mereka sudah selesai. Waktupun tak
terasa terus berjalan. Hanya butuh empat bulan lagi bagi mereka untuk kembali
mengajukan pinjaman. Agar pembangunan istana mungilnya memasuki tahap kedua.
Saya
pun bernafas
lega. Menyenangkan sekali menjadi saksi sebuah mimpi sederhana itu terwujud
secara perlahan. Meski semuanya harus diperjuangkan dengan keras.
Saya
jadi berfikir, bagaimana kalau pusat informasi yang benar dan jelas tentang
sebuah Bank berada juga dikampung-kampung yang menjadi pusat ekonomi skala
kecil.
Lebih
tepatnya mungkin sebuah tempat konsultasi Sebuah Mimpi. Tidak melulu soal Bank. Tapi bisa mencakup semua
aspek dan tahapan-tahapan sederhana tentang mewujudkan sebuah mimpi menjadi kenyataan.
Seperti yang telah saya lakukan pada Keluhan kakak saya, menjadi sebuah
mimpi untuknya. Dan kemudian menjadikan mimpi itu menjadi sebuah kenyataan.
Terima
kasih Bank Mandiri. Selamat datang di dunia mimpi sederhana orang-orang yang punya semangat tinggi.
·
"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba
blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank
Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya pribadi dan bukan merupakan jiplakan.“
No comments:
Post a Comment