Tiga tahun
lalu, saya dan seorang sahabat baik sama-sama memutuskan untuk mengundurkan
diri dari sebuah perusahaan Desain Interior di Bandung. Alasannya, sudah jenuh saja dengan semua
rutinitas yang seolah tak pernah mengenal waktu.
Setiap hari
berada dikantor/pabrik lebih dari 12 jam. Enam hari dalam sepekan. Bahkan
seringkali menginap di kantor
kalau pekerjaan menumpuk. Pulang
pagi sudah tak aneh. Hari Minggu masih dibajak pula oleh bos untuk mengerjakan
ini-itu.
Hasilnya ?
hanya lebih sedikit dari upah UMR. Belum lagi falsapah keliru dari bos kita
yang menyelewengkan moto “The Bos Is Always Right”. Habislah sudah kesabaran
kita. Ternyata jejak kami diikuti teman-teman lain. Mereka seperti Bedol Desa
mengundurkan diri.
Bagi saya tak
masalah, kembali ke desa. Menjadi desainer freelance, menulis dan membuka usaha
konvensional kecil-kecilan. Semua beres. Yang penting hidup tenang.
Berbeda dengan
sahabat saya, YP. Dia punya segudang mimpi untuk mengembangkan usaha Rias Pengantin dan Katering Pernikahan milik
orang tuanya.
Saya sempat tertawa mendengar
pengakuannya. Bagaimana tidak, keseharian YP jauh sekali dengan dua dunia itu.
Latar belakang
pendidikan YP teknik konstruksi. Di pabrik pun tugasnya berhubungan dengan
kerasnya dunia proyek. Bahkan berantem dengan tukang-tukang yang terkadang
ngambek tanpa sebab. Olala.. sekarang harus berhubungan dengan make up,
fashion, masak memasak, sendok garpu dan sebangsanya… Hahaha.. sebentar lagi
langit pasti runtuh..
Namun YP
ngotot. Dia tetap memaksa saya untuk membuatkan sebuah rencana kerja untuknya.
Seperti saat di kantor
dulu. Tugas saya dikantor lama memang membuat perencanaan proyek secara detail,
dari urusan gambar, biaya, waktu, sampai cara pengawasan dan pengecekkan. Dan YP
tinggal melaksanakannya sesuai apa yang tertera di kertas.
Untuk seorang
sahabat, saya mencoba berfikir keras untuk membantunya. Akhirnya saya menemukan
satu kelemahan besar dalam diri YP. Dia belum melek dunia digital. YP tak
pernah tertarik untuk menjelajahi dunia lewat perangkat teknologi. Bahkan membenci
dan mencemooh orang-orang
yang berpelesir di dunia jejaring sosial. Dia menganggap semua itu hanya omong
kosong belaka.
Saya berusaha
meluruskan persepsinya. Mengajarinya perlahan. Membuatkannya alamat email dan
mengikutkannya di sebuah jejaring sosial. Pertamanya dia protes, namun saya
mengancam tidak akan membuatkannya sebuah rencana besar.
Yp mulai betah
duduk di depan monitor komputer. Mula-mula hanya sejam sehari. Hanya untuk
mengecek email dari saya di inbox dia. Kami memang tinggal berlainan kota. Kemudian dia mulai
iseng, main-main di mesin pencari sebuah situs terkenal. Mengetik asal-asalan
sebuah kata yang berhubungan dengan dunia Rias Pengantin dan Katering
Pernikahan.
Selanjutnya
tanpa saya ajari, dia asik dengan dunia barunya. Banyak hal bisa digali di
dunia digital untuk mengembangkan bisnisnya. Pola
pikir YP perlahan berubah. Wawasannya berkembang dengan cepat. Saya tak perlu
kesulitan lagi dengan setumpuk perencanaan untuknya. Dia sudah punya
perencanaan sendiri.
Tiga tahun
berlalu. Bisnis keluarganya perlahan berkembang. YP tak lagi berkutat dengan
cara-cara tradisional untuk mengembangkan usaha. Meski belum mencapai tahapan
mimpi-mimpinya, namun YP bersyukur bahwa kini masih hidup layak bersama
anak-anaknya walau tak lagi bekerja diperusahaan lama.
YP semakin
cinta dengan dunia digitalnya. Karena memberikan benefit yang tak terhingga
bagi kemajuan usahanya.
Dia tak peduli meski saya sering meledeknya.
“
Benci yang menjadi Cinta ya YP….”
No comments:
Post a Comment