Dulu Ane pernah makan
malam di sebuah restoran yang bisa berputar di puncak sebuah hotel ternama di
kota Bandung. Sambil makan kita disuguhi pemandangan indah kota Bandung dari
ketinggian lewat dinding kaca disekeliling restoran. Kerlap-kerlip lampu malam
tak mau kalah dengan kerlip bintang di langit. Hidangan nikmat dan suasana yang
romantis membuat ane enggan beranjak.
Teknologi modern yang disandingkan dengan keindahan membuat TEMPAT WISATA DI BANDUNG
semakin mempesona.
Memandang keindahan
Bandung di waktu malam juga menjadi sebuah pengalaman tersendiri ketika ane
makan malam di sebuah restoran puncak bukit di daerah Dago Pakar. Entah kenapa,
ane memang menyenangi suasana tenang yang jauh dari hiruk pikuk banyak orang.
Bahkan restoran di Dago Pakar ini sering menjadi salah satu setting lokasi
tulisan-tulisan ane. Beberapa pembaca bahkan sempat bertanya, mengapa suka
sekali dengan tempat ini. Tentu saja salah satu alasan ane, karena yang datang
ke tempat ini bisa melihat kota Bandung dalam nuansa berbeda di malam hari.
Nyang punya tempat nyadar gak yee, tempatnya jadi terkenal salah satunya berkat
novel Ane? Hehe.. Ya Tuhan semoga nyadar dan meng-endors ane supaya bisa makan
malam gratis #edisingarep.com.
Pengembaraan Ane di
Bandung berlanjut ketika di satu akhir pekan, sohib jalan-jalan ane mengajak ke
satu tempat di Bandung Timur. Sengaja
doski membawa motor jenis trail. Sebenarnya ane gak begitu suka dengan suaranya
yang bising. Maklum, gini-gini ane termasuk cowok rapi yang senang semuanya
terorganisir dan bikin nyaman mata, telinga dan jiwa.. haha jadi lebay. Tapi
dia cuma bilang kalau pake motor biasa gak leluasa untuk sampai di Puncak
Bintang.
Mendengar nama Puncak
Bintang, tentu saja membuat ane semangat. Dalam bayangan ane tentu saja suasana
melihat Bandung di waktu malam di awal tulisan tadi langsung berloncatan
mengelilingi kepala. Sohib ane malah memanas-manasi kalau semua pengalaman ane
melihat Bandung di waktu malam gak ada artinya kalau belum merasakan nikmatnya ngadaweung (melamun sambil lihat
pemandangan) di Bukit Moko. Mendengar perkataannya, ane langsung jatuh cinta
pada bising knalpot motor trailnya.. lah..? finally sisi brutal maskulin ane
keluar juga.
Perjalanan kami awali
dari Jalan Padasuka, deket terminal Cicaheum Bandung. Untungnya syuting sinetron
Preman Pensiun di terminal itu lagi break. Jadi gak ada kemacetan panjang.
Motor kami melaju lancar membelah jalanan, lalu belok kanan ke Jalan Padasuka.
Jalanan sekitar 3 meter itu harus dilalui dengan hati-hati. Banyak anak-anak
yang bermain di depan rumah pinggir jalan. Polisi tidurnya lumayan banyak.
Perjalanan mulai lengang ketika lewat Saung Angklung Udjo. Namun berganti
dengan jalanan yang menanjak. Motor terus di gas hingga sampai di warung-warung
Caringin Tilu (Cartil).
Sohib ane melajukan motornya ke salah satu warung. Ternyata sudah banyak pengunjung yang sama-sama sedang menikmati senja di akhir pekan. Suasana damai langsung menyergap. Ane merasa menyatu dengan alam sekitar. Dari bale-bale Bambu di belakang warung, Ane bisa memandang kota Bandung dan sekitarnya.
Hamparan ladang sayuran terbentang sejauh mata memandang di bawah bukit. Nun jauh di seberang sana, kota Bandung dalam lanskap indah yang dikelilingi gunung-gunung. Membuat mata enggan beranjak dari semua keindahan yang terhidang. Ngadaweung di Warung Cartil memberi arti baru mengenai nuansa alternatif TEMPAT WISATA DI BANDUNG.
No comments:
Post a Comment