Bukit Moko dan Puncak
Bintang perlahan terkenal setelah muncul di iklan produk rokok dan menjadi
lokasi sebuah sinetron serial di salah satu stasiun televisi swasta. Mendengar promosi
bombastis dari sohib-sohib, hati ane tergerak untuk menjajal Bukit Moko dan
Puncak Bintang sebagai tujuan selanjutnya mengunjungi TEMPAT WISATA DI BANDUNG.
Bukit Moko
disebut-sebut sebagai puncak tertinggi kota Bandung karena berada di ketinggian
1440 meter diatas permukaan laut. Bukit
dengan hutan pinus milik Perhutani itu menjadi daya tarik tersendiri untuk
wisatawan. Bagi yang menyukai wisata adventure ringan, Bukit Moko dan Puncak
Bintang adalah lokasi yang tepat.
Ane berkesempatan
berkunjung ke Bukit Moko setelah sebelumnya terkagum-kagum dengan pemandangan
menakjubkan di Cartil tempo hari. Perjalanan +- 9 Km dari jalan Padasuka ane
lalui dengan nikmat. Jalanan menanjak selepas Saung Angklung Udjo menjadi tak
berarti karena melihat hijaunya pemandangan di kiri kanan jalan. Aroma
pegunungan yang bebas polusi menjadi satu kerinduan tersendiri untuk kembali
berkunjung ke tempat ini.
Kami tak singgah di
warung Cartil karena sudah pernah mengunjunginya tempo hari. Motor trail sohib
ane melaju kencang melewatinya dengan sadis. Ada suara lolongan kesedihan dari
warung Cartil karena merasa terabaikan.. (hehe.. yang ini asli ngarang!). Rayuan
Cartil kami abaikan tanpa menoleh. Tujuan kami hanya satu. Ingin segera
menikmati keindahan Bukit Moko dan Puncak Bintang!
Perjalanan dari Cartil
ke Bukit Moko tidak mudah. Jalanan berkelok disisi kanan jurang berikut kondisi
jalan yang kurang bagus merupakan tantangan tersendiri. Ane tak bisa bayangkan
kalau perjalanan kami lakukan di musim penghujan. Pasti bakal ada perjuangan
tambahan untuk sampai ke tempat ini.
Motor trail sohib ane
sedikit melambat ketika kami sudah melihat sebuah bangunan sederhana dari kayu.
Tempat ini terkenal sebagai Warung Daweung. Warung ini merupakan titik
pemberhentian Bukit Moko. Saatnya membeli tiket masuk agar bisa foto-foto dan
membeli makanan. Jika ingin foto saja, dikenakan tarif 10 ribu. Jika foto-foto
plus makan, dikenakan tarif 25 ribu. Atau bila tak ingin keduanya, bisa
langsung membeli tiket 8 ribu ke Puncak Bintang.
Kami memilih
jalan-jalan dulu ke Puncak Bintang. Menikmati indahnya hutan pinus dan melihat
tugu bintang yang cukup gede ditengah hutan. Mumpung waktu masih sore. Sekali
lagi ane bersyukur karena datang saat musim kemarau. Gak kebayang kalau musim
penghujan. Tanah merah Puncak Bintang tentu bakalan sukses ngikut saat kembali
ke kota.
Ketika kembali ke
Warung Daweung, hari menjelang senja. Warung yang tadinya sepi mendadak ramai.
Para pengunjung sengaja berdatangan menjelang senja untuk melihat sunset dan
citylight kota Bandung. Hawa dingin langsung menyergap. Jaket parasut yang ane
kenakan tak cukup ampuh untuk mengusir dingin. Untungnya makanan dan minuman
hangat di Warung Daweung mampu menetralisir hawa dingin yang ane rasakan.
Saat hari mulai
meredup, semua pengunjung terpaku memandang panorama alam yang menakjubkan.
Matahari perlahan tenggelam di bukit sebelah barat. Kota Bandung yang berada di
sebuah cekungan dikelilingi kabut serentak memantulkan cahaya seperti bintang
kelap-kelip ketika matahari tenggelam seutuhnya. Kami seperti mendapatkan
klimaks yang menakjubkan saat matahari benar-benar beranjak ke peraduan.
Suasana gelap menyelimuti. Menyisakan keindahan yang tak terlupakan di seberang
sana. Sebuah tempat berkelap-kelip diselimuti kabut bernama Bandung. Pantas
kalau Bandung dinamakan Parahyangan. Karena seperti swarga loka tempatnya para
Hyang (Dewa). Bukit Moko, Puncak Bintang dan Warung Daweung memberi kenangan
baru sebagai TEMPAT WISATA DI BANDUNG yang menakjubkan.
No comments:
Post a Comment