“ Jamblaaaaaaaaannng…!” Sebuah teriakan nyaring membangunkan tidurku.
Walau mata masih sepet, biasanya aku bela-belain bangun. Kemudian bergegas ke
depan rumah untuk menyongsongnya. Meski suaranya terdengar semakin nyaring,
tapi sosoknya belum nampak. Seringkali aku malah kembali melengut di teras rumah karena menunggu kehadirannya.
Penantianku berbuah
manis. Sosok yang dirindukan itu menampakan diri. Perempuan paruh baya dengan
bakul dipunggung dan tampah dikepala. Ia datang dengan wajah sumringah dan
senyum khasnya. “Eyangmu mana to, le..?”.
Aku menggelengkan kepala karena benar-benar tidak tahu. Sepagi itu biasanya Eyang
sudah ke pasar untuk berjualan. Pertanyaan perempuan dihadapanku hanya
basa-basi. Jadi tak perlu kujawab.
Sekepal nasi dibungkus
daun jati, setusuk sate telor puyuh, tempe dan tahu goreng, se-ujung sendok
sambal, tak lupa diguyur sedikit kuah daging, merupakan menu sarapan pagiku.
Meski dalam setahun hanya beberapa kali berkunjung ke Trusni, tapi perempuan
dihadapanku itu tahu betul kesukaan pelanggannya.
Dialah Yuk Jaerah.
Penjual nasi jamblang yang memberiku sarapan pagi saat Eyang pergi ke pasar.
Layaknya seorang nenek sama cucunya, Yuk Je (semua orang memanggilnya begitu) menemaniku makan sambil cerita
ngalor ngidul. Aku sendiri kadang ngerti, kadang tidak. Maklum cerita Yuk Je lebih
sering dicampur dalam bahasa Jawa Cirebon. Jujur aku tak paham bahasa Jawa
Cirebon. Aku lahir dan besar di Jakarta. Datang ke Trusni hanya sesekali untuk
menengok Eyang. Yuk Je baru beranjak ketika sudah memastikan kalau makananku
habis. Akupun tak perlu bayar. Biasanya tagihan nasi jamblangku ditagihkan ke
Eyang, sepulang beliau dari pasar.
Kebiasaanku mengunjungi
Eyang di Trusni benar-benar berakhir ketika beliau meninggal saat aku lulus SD.
Namun seiring waktu, kenanganku bersama Yuk Je, nasi jamblang dan teriakan
jamblangnya yang khas tak pernah hilang. Diam-diam aku merindukannya. Seperti kemarau
panjang yang menantikan hujan. Entah kenapa, teriakan Yuk Je seperti memiliki
kekuatan tertentu. Seperti berirama slow rock dan seriosa. Mungkin juga karena
Yuk Je sama baiknya dengan Eyang. Dia memperlakukanku seperti cucunya sendiri.
Baru sekarang aku tahu
penyebab mengapa kenangan Yuk Je tak pernah hilang. Menurut buku psikologi yang
kubaca, suasana kekeluargaan yang dibangun saat sarapan pagi akan menimbulkan energi
positif untuk melakukan aktifitas harian. Yuk Je memang hebat. Tanpa beliau
sadari, perlakuan istimewanya membuat seorang anak manusia berkembang dengan
memiliki kenangan positif tentang masa lalu.
Lima belas tahun
kemudian, aku kembali berkesempatan mengunjungi Cirebon. Kantor tempatku
bekerja menugaskan melakukan prospek pekerjaan pada beberapa klien. Kenanganku
terhadap Yuk Je kembali ke alam bawah sadar. Apakah Tuhan masih memberiku
keajaiban untuk menemukannya? Apakah Yuk Je masih hidup?. Masih terbayang
ketika tangan kuatnya menggendongku yang tengah menangis di sisi jasad
almarhumah Eyang. Beliau memeluk erat sekali. Yuk Je hanya hanya sesekali menitikkan
air mata. Tapi kurasakan tubuhnya terguncang.
Selama di Cirebon, aku
menginap di Aston Hotel Cirebon yang
terletak di Jalan Brigjen Dharsono No.12 C, Cirebon. Hanya butuh waktu 30 menit
dari stasiun kereta api. Supir taksi yang membawaku dari stasiun kereta
langsung tahu ketika kusebutkan nama AstonHotel Cirebon. Suasana Suiteroom bergaya minimalis modern yang nyaman
dengan fasilitas bathtub, membuatku senang berlama-lama di dalam kamar. Jujur
aku belum tergoda mengunjungi tempat-tempat wisata di Cirebon sebelum acara
prospek dengan klien selesai. Tawaran dari beberapa teman lama yang ada di
Cirebon kuabaikan sementara.
Aku memang lebih senang
pergi sendirian menikmati tempat wisata sejarah. Gak perlu takut nyasar karena
ada Smartfren 4G LTE. Ponsel keren
dengan fitur-fitur canggih. Tinggal buka goggle map untuk mencari lokasi tempat
wisata. Atau tanya-tanya di komunitas Blogger Cirebon. Mereka akan dengan senang hati
menjawab semua pertanyaanku tentang Cirebon. Postingan merekapun banyak
mengulas tempat-tempat yang menakjubkan dan recommended
untuk kukunjungi.
Pekerjaanku selesai dalam dua
hari. Baru di hari ketiga, aku memutuskan untuk melongok-longok tempat-tempat
yang direkomendasikan teman-teman Blogger Cirebon. Banyak hal yang
membuatku takjub. Cirebon sudah benar-benar berubah. Akses kemana-mana kini
gampang. Cirebon memang beda dengan kota lain yang punya tipikal lokasi
berundak-undak seperti Bogor atau Bandung. Cirebon kotanya datar. Jalanan
terlihat dari ujung ke ujung.
Aku mengunjungi Taman Kera
Kalijaga. Ditempat ini langsung pasang sikap siaga. Maklum dulu pernah punya
pengalaman tak mengenakan ketika mengunjungi tempat yang sama di Pangandaran.
Kameraku diambil seekor kera dan dibawa keatas pohon. Dari Taman Kera Kalijaga,
aku langsung kembali ke kota dan keliling-keliling cari makanan. Perasaanku
langsung terhenyak saat melihat warung-warung bertuliskan spanduk ‘Nasi
jamblang’. Andai… .
Dengan benak dipenuhi gamang, kuputuskan
untuk memasuki salah satunya. Namun kegamanganku menghilang seketika. Puluhan
jenis makanan terhidang dengan penuh selera diatas meja. Dengan leluasa kupilih
dan kutumpangkan ke atas nasi. Rasa Nasi Jamblang memang ajib. Perutku
kekenyangan. Kuputuskan untuk balik ke Aston Hotel Cirebon.
Malam ketiga di Cirebon, ingatanku
tentang Yuk Je kembali membayang. Aku kangen suara teriakannya. Rindu rasa sate
telor puyuh dengan siraman kuah dagingnya. Tidurku jadi larut sekali.
Bolak-balik kuganti chanel TV kabel yang ada di kamar hotel. Namun mataku tak
juga terpejam.
Pagi-pagi sekali aku
melangkahkan kaki keluar kamar. Resepsionis yang kutitipi kunci kamar tersenyum
keheranan melihatku pergi di pagi buta. Dengan langkah bergegas aku masuk taksi
yang sudah menunggu di depan lobby. Kemudian meluncur ke satu tempat. Sopir
taksi tak banyak bertanya ketika kusebutkan sebuah nama.
Beberapa saat kemudian
tiba ditempat yang kutuju. Perasaanku seketika tak karuan pasca taksi pergi.
Beragam andai dan tanya bergelayutan dalam benak. Kuatur nafas pelan-pelan.
Rasanya aneh sekali. Beberapa saat menunggu membuat perasaan gundah menyergap.
Kupasang earphone ke telinga untuk
mendengarkan musik lewat pemutar mp3 Smartfren 4G LTE.
Dadaku berdegup kencang ketika
terdengar suara teriakan dari kejauhan. “Jamblaaaaaaannng…”.
Kumatikan musik. Kutunggu suara itu dengan berdebar-debar. Beberapa jenak
kemudian suara itu terdengar tambah nyaring. Aku curiga karena intonasinya tak
seperti suara yang kukenal. Kembali ku lihat google map. “ Ini bener Trusni kan? “.
Sosok yang kutunggu itu akhirnya
datang juga. Kekecewaan langsung menyergap. Dia bukan Yuk Je. Dia perempuan
muda yang menjajakan dagangan Nasi Jamblangnya dengan motor. Dan itu bukan Yuk
Je. Akupun mengelus dada…
Sumber Foto : https://www.aston-international.com
dan sumber lain di google
No comments:
Post a Comment