aMAZe Style with ZALORA
Takdir, selamanya tak memilih
siapa, apa dan bagaimana. Begitu juga dengan takdir kami yang terpisahkan
karena kematian. Untuk yang satu itu mana mungkin aku sempat mempertanyakan
tentang mati, tentang hidup atau tentang kehidupan. Yang pasti…. Sejak kematian
Ibu, hidupku terasa rumit, kacau dan membingungkan.
Aku menyayangi ibu karena dia
adalah sahabat yang tidak tergantikan. Didekat raganya yang terbujur kaku, aku
bingung mesti bagaimana. Haruskah aku menangis atau memeluknya ?. Karena aku
hanya bisa melakukan salah satunya. Jiwaku marah, frustasi dan merasa teraniaya.
Namun harus bagaimana lagi. Semuanya sudah tertuliskan dalam buku takdir kami.
Aku ingin mengikuti Ibu
betapapun jauh perjalanannya. Karena kuyakin, perjalanan bersamanya akan sangat
mengasikkan. Menyeberangi laut, menjelajah awan. Menembus langit dan bintang
gemintang. Tapi mana mungkin. Karena kini hanya terdapat onggokan tanah merah
yang membisu. Ibu lebih suka bercengkrama dengan angin. Bercumbu dengan wangi
dupa dan bunga mawar.
Aku ingin, Ibu mencoba sekali
saja menegurku lewat gemerisik daun yang bergeser. Untuk menghiburku yang
terpencil sendirian. Memelukku dengan tangan gaibmu. Agar aku sejenak terlena oleh
tetesan kasih yang teralirkan berjuta makna cinta.
Aku kini hanya seorang
pengembara menyedihkan. Menyusuri jalan setapak yang tak pernah usai.
Menelusuri kemarau. Melangkahi hari-hari nan gelap. Menembus belantara,
menyibak alang-alang. Aku takut dan hampa.
Jujur, aku menyesal karena belum
pernah membahagiakan Ibu. Padahal dulu aku pernah berjanji untuk menemaninya
sampai akhir. Memegang tangannya hingga detik-detik terakhir. Maafkan aku Ibu,
karena tak bisa menepati janji itu. Maafkan aku karena tak bisa membuat Ibu
bahagia.
Seringkali aku merasa sangat
bersalah dan begitu menyesal. Tapi apa artinya menyesal ketika aku tak lagi
punya pilihan. Takdir yang memilihkanmu sebuah kematian, disaat aku masih
begitu belia.
Takdir pula yang memilihkanku
sebuah kehidupan. Agar aku bisa menghadapinya dengan berani. Agar aku bisa
memaknainya. Agar aku bisa memahaminya. Meski tetap saja, takdir kehidupan ini terasa
begitu menyakitkan tanpa Ibu.
Ibu, engkau adalah pengembara
yang melintasi malam. Yang selalu menungguku kemarin dan hari ini. Yang selalu
menyongsongku dengan ribuan cerita tentang sebuah perjalanan abadi nan sunyi.
Meski engkau menjelajahi jagat raya dengan telanjang kaki.
Aku tahu, engkau selalu
menungguku di bukit yang senyap ini. Aku tahu kau selalu ingin memelukku dengan
tangan gaibmu di pusara ini. Aku tahu kau merindukanku melebihi rinduku padamu.
Aku ingin mempersembahkan
sebuah pusara yang indah untukmu. Agar rumah abadimu tetap cantik, meski dalam
kesunyian. Aku ingin mempersembahkanmu untaian doa-doa keabadian. Supaya engkau
tetap menungguku.
Aku tak ingin engkau
menganggap aku mengusik istirahatmu. Karena aku mempersembahkan doa dan pusara
indah untukmu. Anggap saja sebagai kado kecil dari anakmu yang dadanya seakan
hendak meledak, karena sekian lama menahan rindu.
Berilah aku isyarat bahwa engkau selalu ada disampingku.
No comments:
Post a Comment