Minggu kemarin saya mengajak beberapa keponakan berziarah ke
makam kakek dan neneknya. Sengaja saya membawa anak-anak belia itu, untuk
mengenalkan mereka pada leluhurnya. Komplek pemakaman leluhur mereka berada di
sebuah bukit yang sejuk di ujung desa.
“ Wah… disini banyak kupu-kupu Om… aku seneng “ Salah seorang
keponakanku berteriak gembira. Dipertengahan musim hujan seperti ini, komplek
pemakaman memang dipenuhi lautan bunga gladiol dan beberapa bunga liar lainnya.
Hingga mengundang banyak kupu-kupu datang.
“ Mengapa di komplek rumah kita sudah tak ada lagi kupu-kupu seperti disini ya Om? Coba kalau banyak kupu-kupu juga. Pasti lebih
menyenangkan “ Keponakan saya bertanya lagi.
“ Di rumah kita panas kak! Kupu-kupu tak suka tempat yang panas! “ Keponakan saya yang lain mencoba
memberi jawaban.
“ Mengapa rumah kita panas, tetapi disini tidak? “.
Keponakan-keponakan saya saling berpandangan. Mereka tidak menemukan jawaban
atas pertanyaan terakhir.
“ Itu karena perubahan iklim. Sehingga di beberapa tempat di bumi mengalami perubahan cuaca
yang berbeda dengan tempat yang lain. Meskipun masih dalam satu wilayah “ Saya
mencoba menjelaskan.
“ Oooooo……… “ Mereka hanya bisa berucap pendek. Entah mengerti
atau tidak dengan apa yang saya katakan.
Perubahan iklim dunia, terjadi karena
pemanasan bumi atau biasa disebut Global Warming. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah
meningkat ± 0.18 °C selama seratus tahun
terakhir. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia.
Meski masih menjadi perdebatan, namun meningkatnya suhu global
diperkirakan akan menyebabkan perubahan iklim dunia. Yang berakibat pula pada
naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Lebih lanjut lagi, pemanasan
global akan mempengaruhi hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya
berbagai jenis hewan.
Gas rumah kaca yang menjadi biang
kerok, sebenarnya sangat dibutuhkan oleh segala
makhluk hidup yang ada di bumi. Karena tanpanya, bumi akan menjadi sangat
dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C , bumi sebenarnya telah lebih
panas 33 °C dari suhunya semula. Jika tidak ada efek gas rumah kaca suhu
bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan planet ini.
Namun saat ini, gas rumah kaca yang antara lain berupa uap
air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana. Mulai berlebihan berada
di bumi akibat aktivitas manusia. Sehingga Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas malah
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini mengakibatkan
suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Efek gas rumah kaca, bukan satu-satunya penyebab pemanasan global.
Masih ada Efek umpan balik karena pengaruh awan, Umpan balik terlepasnya CO2
dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost), kurangnya kemampuan lautan untuk
menyerap karbon, juga efek umpan balik dari variasi matahari.
Makanya sudah sejak lama, iklim bumi
menjadi tidak stabil. Gunung-gunung es mulai
mencair. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan
semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Suhu pada musim dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih
lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Curah hujan di seluruh
dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun
terakhir ini.
Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air lebih cepat
menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin
bertiup lebih kencang dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane)
yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin
mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak
terprediksi dan lebih ekstrem.
Pada masa pemanasan global ini, hewan-hewan di dunia cenderung
untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah
arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu
hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini.
Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh
kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
Perubahan cuaca dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan panas dan kematian. Cuaca panas dapat menyebabkan gagal panen, sehingga
muncul kelaparan. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air
laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan
kematian akibat trauma.
Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi,
defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Ada dua jalan yang mesti
ditempuh yakni :
1.
Mencegah karbon dioksida
dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di
tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon)
2.
Mengurangi produksi Gas
Rumah Kaca.
Untuk orang awam seperti kita, cara termudah untuk menghilangkan
karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara
pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon dapat
menyerap banyak karbon dioksida dan memecahnya melalui fotosintesis, kemudian
menyimpan karbon dalam kayunya.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah kembali ke alam. Hindari sebanyak mungkin menggunakan energi yang dihasilkan oleh
bahan bakar yang berasal dari fosil ( minyak bumi, batu bara, dll ). Intinya
manusia harus kembali menyayangi Bumi sepenuh hati.
Banyak cara dilakukan manusia untuk kembali menyayangi Bumi. Tidak
hanya untuk dirinya saja, namun juga mengajak orang lain untuk berbuat yang
sama. Seperti yang dilakukan, sekumpulan orang biasa
di Oxford, Inggris tahun 1942. Mereka prihatin masalah
kelaparan dan penderitaan yang dialami oleh warga sipil pada masa perang dunia
kedua. Berangkat dari keprihatinan tersebut, mereka membentuk sebuah komite
untuk membantu para pengungsi di Yunani.
Kelompok ini menamakan diri mereka, Oxfam Committee for Famine Relief (Komite Oxford untuk Bantuan
Kelaparan) yang akhirnya disederhanakan menjadi Oxfam.
Saat ini Oxfam sudah menjelma menjadi sebuah Konfederasi Internasional dari
tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di 92 negara sebagai bagian dari
sebuah gerakan global untuk perubahan, membangun masa depan yang bebas dari
ketidakadilan akibat kemiskinan.
Di Indonesia Oxfam mulai berkiprah tahun 1957 untuk komunitas yatim piatu. Sekarang Oxfam bekerja sama dengan masyarakat untuk memerangi kemiskinan
meliputi wilayah Indonesia
bagian barat hingga timur. Oxfam ingin memastikan bahwa masyarakat Indonesia yang paling miskin
dan rentan sekalipun, harus mendapatkan kesempatan dan peluang.
Oxfam Indonesia ingin membangun ketahanan kaum miskin di Indonesia agar
mampu mengatasi beragam goncangan, dan bencana. Termasuk efek dari perubahan
iklim dunia.
Kembali ke keponakan-keponakan saya yang tengah asik bermain di
tengah lautan bunga liar dan kupu-kupu. Saya mengurut dada. Merasa begitu prihatin dengan masa depan bumi ditangan mereka kelak. Apalagi begitu selesai membaca doa diatas pusara kakek dan nenek
mereka, keponakan yang paling kecil berteriak.
“ Om bagaimana caranya mengajak
semua kupu-kupu cantik ini
ke rumah kita. Sayang kalau mereka hanya bermain di bukit sunyi ini…….. “
Semoga Oxfam bisa membantu mereka untuk menjadikan dunia menjadi lebih baik.
Tidak hanya untuk manusia. Juga untuk penghuni Bumi yang lain. Seperti halnya kupu-kupu cantik yang diangankan
keponakan saya.