Dialah yang diberi julukan Air
Yang bisa menyapaku dalam beragam rupa
Yang memayungiku dari terik matahari sebagai
awan
Dia menyanyikan sebuah lagu cinta sebagai
hujan
Dia membisikiku luahan kegembiraan sebagai
sungai, sebagai danau, sebagai lautan yang membiru
Air
adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen.
Air tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Zat
kimia ini merupakan pelarut yang penting. Yang memiliki kemampuan untuk
melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas
dan molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena
melarutkan banyak zat kimia.
Tubuh
manusia terdiri dari 55% sampai 78% air. Untuk bertahan hidup, tubuh manusia
membutuhkan satu sampai tujuh liter air setiap hari agar terhindar dari dehidrasi.
Sebagian besar orang percaya bahwa manusia membutuhkan 8–10 gelas air per hari.
Peradaban
manusia selalu mengikuti sumber air. Banyak kota-kota besar dunia menjadi
gilang gemilang karena berada dekat air. Sehingga mempermudah akses orang untuk datang lewat perairan.
Seperti halnya kota-kota besar semacam, London, Montreal, Paris, Tokyo, Chicago, HongKong,
Singapura, dan Jakarta.
Kota-kota besar itu maju karena berada dekat perairan laut atau sungai besar.
Begitu
pula dengan kampung kami yang sepi. Dulunya adalah sebuah danau kecil yang
dikelilingi tanah pertanian yang subur. Itu sebabnya, kampung kami dinamai
kampung Situ. Dalam bahasa Sunda,
Situ berarti danau. Kata ayah saya. Dulu danau kecil itu tempat latihan
berenang tentara. Dipinggir danau itu ada Kembang
Tanjung (Bunga Tanjung) yang di musim-musim tertentu tak pernah absen berbunga.
Makanya desa kami dinamai desa Tanjungsari. Yang bermakna intinya bunga Tanjung.
Entah
benar atau tidak cerita itu. Yang jelas, semenjak saya kecil. Saya tak pernah
melihat ada danau kecil di kampung kami. Sekeliling kampung hanya terdiri dari
hamparan sawah yang subur. Milik salah satu juragan terkaya di kampung ini.
Masih menurut ayahku pula. Juragan inilah yang menutup sumber air danau. Dan
menjadikannya hamparan sawah yang luas. Mereka memang dikenal kaya raya. Karena
keturunan juragan tanah jaman feodal.
Masa
pun berganti. Hamparan sawah yang luas itu, sedikit-sedikit berpindah pemilik
sepeninggal Sang Juragan. Kampung kami memang banyak menyedot perhatian dari
para urban.
Seiring menggeliatnya kehidupan ekonomi di kampung yang dulunya sepi ini.
Banyak para pendatang yang membutuhkan tanah untuk tempat tinggal. Penghuni aslinya sendiri kian terpinggirkan ke daerah
yang lebih sepi.
Salah
satu daya tarik kampung kami adalah sumber air yang tak pernah kering. Walau
musim kemarau panjang sekalipun. Mungkin karena dulunya kampung ini adalah
danau. Air sumur yang kami gali, begitu jernih dan sehat. Tak pernah berbau
asing. Ciri khas air pegunungan yang kata orang-orang
modern menyebutnya sebagai Mineral
Sparkling Water.
Namun dibalik
itu semua. Saya mempunyai kegundahan tersendiri. Bagaimana jadinya kalau
kampung ini terus berganti pemilik. Hamparan sawah dan hijaunya kebun
tergantikan oleh rumah-rumah berdinding beton yang kaku dan bermuka abu-abu.
Saya takut kalau suatu saat tak lagi mendapati Air abadi seperti yang saya dapatkan hari ini di tanah saya
sendiri.
Saya
takut Sang Air
marah setelah danaunya dijadikan sawah. Setelah sawahnya dijadikan rumah.
Setelah kebunnya dijadikan gedung pencakar langit. Seperti yang terjadi di kota-kota
besar. Sang Air
selalu marah di saat musim hujan atau musim kemarau. Karena tak lagi
mendapatkan tempat yang layak. Karena tak lagi diperlakukan sebagaimana
mestinya.
Ketika kubuka jendela, kegetiran menyergap
Apakah karena aroma rumput basah sehabis
hujan
Apakah karena air hujan yang menumpas
senandungku
Aku berjalan mengikuti sungai yang berliku
Aku bingung harus mengikuti air ke muara
atau berbalik ke hulu
Yang pasti saya masih mencintai Sang Air. Masih mencintai kampung saya yang sunyi. Masih percaya pada tanah dan Ibu pertiwi. Meski tetap sangsi pada Penguasa Negeri ini.
No comments:
Post a Comment