"
Dunia ini dipenuhi oleh manusia yang seperti lobster. Mereka seolah terjebak di
bawah batu penundaan dan keraguan mengambil keputusan penting, yang membuat
mereka lebih suka menunggu keajaiban dan keberuntungan datang daripada
mengerahkan segala daya upaya agar bisa terbebas."- Orison Swett Marden.
Entrepreneur sejati tidak boleh
terjebak terlalu lama dalam kebiasaan menunda dan keraguan. Mereka harus yakin
dengan keputusannya dan berpendirian teguh. Berhenti menjadi lobster yang
terjebak selamanya di bawah batu!
Selamat
memulai hari, entrepreneur Indonesia. Salam IPE!
Entrepreneur
selalu identik dengan sesuatu yang “BARU’. Bisa sebagai :
1. Penemu
: menemukan konsep / produk baru
2. Inovator
: menggagas dan menerapkan teknologi baru untuk mengatasi satu masalah.
3. Marketer
: melakukan terobosan pasar untuk mencari celah pemasaran suatu produk.
4. Oportunis
: memanfaatkan peluang yang ada dan menyulapnya menjadi sebuah kesempatan
memasarkan jasa.
Secara
faktual dilapangan, Entrepreneur
selalu dihubungkan dengan lahirnya usaha baru. Ada yang melakukannya sendirian,
atau berkelompok. Pelakunya beragam, mulai dari seseorang yang belum pernah
menjadi karyawan, hingga yang sudah jenuh menjadi manusia upahan.
Untuk
Karyawan yang memutuskan menjadi Entrepreneur memang tidak mudah. Apalagi
disaat karir seseorang di satu perusahaan sedang merangkak matang. Makanya
kebanyakan memilih melanjutkan sesuatu yang sudah ada, tak perlu repot
memulainya kembali. Beda dengan seseorang yang terlibat krisis, dipecat, atau
bahkan terlilit utang. Biasanya memicu dia untuk kembali memulai hidupnya
kembali. Pilihannya tentu pada usaha sendiri.
Bermodal
kenekadan, biasanya akan dengan mudah memulai usaha baru. Dengan memanfaatkan
peluang yang tiba-tiba ada. Atau terdesak karena kebutuhan ekonomi. Udara
memang gratis. Tapi tubuh manusia tak bisa kenyang dengan udara.
Entrepreneur berasal dari bahasa
Perancis. Mulai populer sebagai kosa kata baru dalam bahasa Inggris sekitar
tahun 1852. Muncul di saat para pelaku ekonomi Eropa tengah berjuang menemukan
beragam usaha baru. Meliputi sistem produksi, pangsa pasar dan sumber daya. Hal
ini dilakukan untuk mengatasi kejenuhan berbagai usaha yang telah ada.
Saya
tertarik memulai usaha Cookies Lebaran disaat pangsa pasar sudah jenuh. Artinya
sudah lebih dahulu dikuasai brand-brand professional dan amatir dengan beragam
produk yang luar biasa. Yang jadi keyakinan saat itu hanyalah MOMENT. Saat hari raya tiba, hampir
semua umat muslim mencari dan memerlukan kue lebaran. Tak peduli kalangan berada,
yang paling miskin sekalipun bela-belain mengada-adakan.
Bagi mereka, moment sekali setahun. Kapan lagi terjadi, siapa tahu tahun
depan sudah tak ketemu lagi lebaran.
Berangkat
dari sebuah Momentum itulah, usaha saya dimulai. Awalnya sangat
sulit..? Tentu saja! Kalau mudah, semua orang pasti menjadi pengusaha. Apalagi
modal dengkul, yakni tanpa modal sama sekali. Kok bisa..? Inilah cara saya
mengalahkan dunia. Inilah yang saya namakan dengan seorang Entrepreneur.
Cara
yang saya terapkan adalah dengan system tabungan Lebaran. Bila orang lain
melakukan tabungan paket sembako. Saya menerapkan produk jadi, yakni cookies
lebaran. Praktis dengan begitu modal saya hanya brosur. Untuk modal bahan baku
dan tetek bengek lainnya, dibiayai oleh dana tabungan Lebaran yang disetor
konsumen.
Tahun
pertama cukup sukses. Tapi untuk tahun selanjutnya, cara yang saya lakukan
banyak ditiru orang. Terbukti dengan banyaknya usaha serupa. Tentu saya bukan
pengecut yang berhenti begitu saja. Inovasi baru terus dilakukan diantaranya :
1. Diversifikasi
produk
2. Perluasan
marketing yang agresif
3. Penyempurnaan
kemasan
4. Program
After Sales service
Usaha
apapun ujung-ujungnya adalah KEPERCAYAAN. Konsumen akan tetap setia jika produk
yang ditawarkan bagus dan sesuai selera mereka. Untuk itulah point nomor empat
mutlak diperlukan.
Untuk itulah
seorang Entrepreneur harus memiliki karakter:
F (Focus) untuk
fokus,
A (Advantage) untuk
keuntungan,
C (Creativity)
untuk kreativitas,
E (Ego) untuk
ego,
T (Team) untuk
tim,
S
(Social) untuk sosial.
(
referensi :Wikipedia )
Menjadi
Entrepreneur, berarti memutuskan untuk membuat sebuah kemerdekaan untuk diri
sendiri. Dan kemerdekaan identik dengan sebuah kebebasan yang membahagiakan.
Ada banyak tolok ukur yang mendefinisikan kebahagiaan. Orang boleh saja
berkata, Uang tak dapat membeli kebahagiaan. Tapi mengapa orang yang punya uang
terlihat lebih bahagia ?
Mengutip
kembali ( Inspirasi By Ciputra )
"Kebahagiaan bergantung
pada diri kita sendiri."- Aristoteles
Entrepreneur mestinya memiliki
tanggung jawab pribadi atas kebahagiaan dirinya.
Ada kalanya entrepreneur perlu
lebih memperhatikan kebahagiaan dirinya sebelum orang lain di sekelilingnya.
Bukan berarti ia egois, tetapi karena dengan membahagiakan diri dulu, seorang
entrepreneur akan lebih dapat banyak membawa kebahagiaan bagi orang lain.
Kebahagiaan diri adalah tanggung jawab Anda sendiri.
Salam entrepreneurship!
Be
a HAPPY Entrepreneur!
No comments:
Post a Comment